LINTASINFO.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperingatkan publik mengenai kebocoran serius yang terjadi pada data milik 450 instansi Indonesia, termasuk sektor keuangan, yang kini tersebar di situs dark web. Kebocoran ini mencakup hingga 7 juta data pengguna dan telah menjadi perhatian utama dalam agenda keamanan siber nasional.
Sophia Wattimena, Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, mengungkapkan hal ini dalam acara Risk and Governance Summit 2024 yang diadakan di Jakarta. Menurutnya, sekitar 3% dari data yang bocor tersebut berasal dari sektor keuangan, mengindikasikan risiko serius terhadap integritas dan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.
Dalam responsnya, OJK telah mengambil langkah-langkah proaktif dengan menerapkan regulasi yang lebih ketat mengenai pemanfaatan teknologi informasi di sektor keuangan. “Kami telah memperkenalkan POJK No. 11/POJK.03/2022 yang mengatur penggunaan teknologi informasi oleh bank umum, dan POJK Nomor 4/POJK.05/2021 tentang penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi oleh lembaga jasa keuangan non-bank,” jelas Sophia.
Lebih lanjut, OJK juga mempertimbangkan pengarahan kebijakan baru yang akan mencakup pedoman keamanan siber untuk ITSK (Infrastruktur Teknologi Sistem dan Komunikasi) dan kode etik dalam penggunaan kecerdasan buatan (AI) sebagai bagian dari upaya memulihkan kepercayaan digital yang sedang menurun.
Sophia menambahkan, “Dengan kebocoran data skala besar ini, kami mengajak semua pelaku usaha jasa keuangan untuk meningkatkan praktik Governance, Risk and Compliance (GRC) mereka. Ini adalah langkah esensial untuk memastikan bahwa sektor keuangan dapat terus memberikan layanan yang aman dan berkualitas tinggi kepada masyarakat.”
OJK mengharapkan kerjasama yang erat antara institusi keuangan, pemerintah, dan pelaku industri untuk memperkuat infrastruktur digital yang tangguh dan melindungi data pribadi pengguna, menghindari insiden serupa di masa depan dan menjaga kestabilan sistem keuangan Indonesia.(red)