LINTASINFO.COM – Donald Trump, Presiden terpilih Amerika Serikat, melalui penasihat keamanan nasionalnya, Michael Waltz, menyatakan keprihatinan mendalam terhadap eskalasi penggunaan persenjataan dalam konflik Rusia-Ukraina. Komentar ini muncul setelah pemerintahan Presiden Joe Biden memberikan izin kepada Ukraina untuk menggunakan Army Tactical Missile System (ATACMS), yang memungkinkan serangan hingga jarak 300 kilometer ke dalam teritori Rusia.
Dalam sebuah wawancara dengan VoaNews, Waltz membandingkan situasi saat ini dengan “perang parit Perang Dunia I,” menekankan bahwa keputusan Biden telah memicu respons keras dari Rusia, termasuk penandatanganan doktrin nuklir baru oleh Presiden Vladimir Putin. Ini meningkatkan ketegangan global dan kekhawatiran tentang kemungkinan Perang Dunia ke-3.
“Tiap keputusan harus berada dalam kerangka yang lebih luas untuk mengakhiri konflik,” ujar Waltz, menambahkan bahwa situasi saat ini adalah “penggiling daging yang mutlak bagi orang dan personel di garis depan.”
Waltz juga menyinggung klaim Trump yang sering mengatakan bahwa dia akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina sebelum ia dilantik. Namun, Trump sendiri belum memberikan rincian strategi atau pendekatan yang jelas untuk mencapai kemenangan Ukraina atau perdamaian.
Sementara itu, serangan Ukraina menggunakan ATACMS yang telah terjadi baru-baru ini menargetkan gudang senjata di wilayah Bryansk, Rusia, yang mendapat balasan dengan peluncuran roket eksperimental baru oleh Rusia ke Dnipro, wilayah timur Ukraina.
Di Timur Tengah, Waltz mengungkapkan keyakinannya bahwa Trump akan memulihkan perdamaian “dalam waktu yang cukup singkat” dalam konflik yang melibatkan Israel, Hamas, dan Hizbullah. Namun, hingga saat ini, perundingan gencatan senjata yang panjang di Gaza dan upaya menghentikan pertempuran antara Israel dan Hizbullah belum membuahkan hasil.
Konflik yang berlarut-larut ini menuntut upaya diplomatik yang lebih intensif dan solusi kreatif untuk menghindari lebih banyak kerusakan dan korban jiwa. Dunia menanti tindakan nyata dan efektif dari pemimpin-pemimpin dunia dalam mengatasi eskalasi konflik yang semakin meningkat.(red)